(Ilustrasi) |
Bori dalam bahasa makassar yang artinya Negeri atau daerah, sedangkan kata sallo berarti lama atau tua. Dengan demikian kata Borisallo berarti Negeri yang tua.
Dari hasil penelitian di lapangan, telah muncul berbagai cerita dari masyarakat berupa legenda atau dongeng yang hingga kini masih dipercaya kebenarannya oleh masyarakat Borisallo. Ada yang berpendapat, bahwa usia Borisallo itu jauh lebih tua dibanding dengan usia Kerajaan Gowa (1320).
Dilihat dari silsilah turunan Raja-raja Borisallo itu bermula saat Pemerintahan Dampang Togotogo. Berbicara masalah Dampang dampang yang berarti pemimpin atau Pemerintah suatu Negeri. Itu dikenal cerita-cerita dongeng atau legenda bagi masyarakat Gowa, seperti Dampang Ko’mara dalam cerita legenda Syekh Yusuf Tuanta Salamaka. Demikian halnya dengan Dampang Togotogo yang diperkirakan muncul pada masa Pemerintahan Gowa Purba.
Pemerintahan Dampang Togotogo diperkirakan muncul pada masa sebelum Tumanung Bainea di Gowa menjadi Raja pertama (tahun 1320). Masa sebelum itu dikenal dengan istilah Gowa Purba. Demikian halnya di Kerajaan Borisallo, termasuk masa pra sejarah atau masa purba.
Berbicara masalah Tumanurung, masyarakat di Kerjaan Borisallo juga mengenal Tumanurung. Munculnya Tumanurung di Borisallo diperkirakan tak jauh beda masanya dengan Tumanurung Bainea di Gowa. Apakah Tumanurung di Gowa lebih duluan datang atau Tumanurung dari Borisallo. Sebab dari hasil penelitian di daerah Borisallo, warga setempat hanya mengenal nama Tumanurung tanpa disertai kapan datang Sang Ratu Pemersatu itu. Mereka hanya tahu bahwa Tumanurung itu pertama turun di daerah Pammolongang, sebuah perkampungan lama di Pakko Lompo, sekarang masuk Desa Borisallo. Itulah sebabnya disebut Tumanurung di Pammolongang.
Dampang Togotogo selama memerintah di Borisallo kawin dengan Dampang Kanniya, diperkirakan permaisurinya itu juga termasuk keluarga bangsawan pada masanya, karena bergelar Dampang.
dari hasil perkawinan itu, lahir seorang putra bernama Karaeng Pallowiya. Setelah Karaeng Pallowiya ini tumbuh menjadi dewasa, ia menjadi seorang remaja yang kemudian dikawinkan dengan salah seorang gadis bangsawan di Borisallo yang tak diketahui namanya, maka lahir dua orang putra bernama Karaeng Janggoka dan Karaeng Ponno.
Karaeng Janggoka, berdasarkan namanya dapat dikenal bahwa ia seorang remaja yang berjenggot, sedangkan adiknya Karaeng Ponno, setelah dewasa kawin dengan Karaeng Nisauka. Karaeng Nisauka ini oleh warga setempat dikenal sebagai putra Karaeng Tumanurunga ri Pammolongang.
Kisah ini penulis kutib dari versi ” Buku Sejarah Kerajaan Borisallo Manuju”
Terbitan Lembaga Kajian dan Penulisan Sejarah Budaya Sulawesi selatan.
Pesan Penulis;
“Setiap Versi bukanlah merupakan suatu pertentangan, melainkan tulisan hanya sebagai motivasi untuk memacu semangat Generasi Muda untuk membangun dan mengembalikan ketenaran Kerajaan – kerajaan yang ada di wilayah Sulawesi Selatan.